K.H Samanhudi
Sekolah Penerus Bangsa angkatan 2017 menyelenggarakan Moving Class, Sabtu (23/9/2017) di Museum Samanhoedi,Surakarta untuk melakukan napak tilas Sarekat Dagang Islam.
Siapakah Samanhoedi ? Dan apakah
hubungan antara Samanhoedi dengan Sarekat Dagang Islam ?
Samanhoedi sendiri adalah tokoh
pejuang yang dikenal berkat jasanya di dalam mendirikan Sarekat Dagang
Islam.Pria keturunan Jawa,lahir di Laweyan,Surakarta,tahun 1868. Saat beliau dewasa,beliau melakukan kegiatan berdagang
batik. Jiwa dagang memang sudah ada di dalam dirinya sejak
lama. Pengetahuannya menjadi semakin luas ketika beliau terjun langsung dalam
bisnis perdagangan. Disini beliau mulai menyadari adanya perbedaan perlakuan
yang didapatkan oleh pedagang pribumi dan Tionghoa dari pengusaha Hindia Belanda. Kondisi
itulah yang mengilhami dirinya membentuk Sarekat Dagang Islam.Organisasi
tersebut didirikan pada tahun 1911. Tujuan dari pembentukan organisasi tersebut adalah mengakomodir kebutuhan pengusaha batik terutama yang berasal dari Surakarta,itu tidak lain agar supaya pedagang Indonesia merasakan keadilan. Sempat ada perubahan nama,dan yang semula Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Samanhoedi wafat pada 28 Desember 1956 di Klaten. Beliau dimasukkan dalam daftar pahlawan pergerakan nasional. Disahkan menurut Surat Keputusan Presiden RI No 590 Tahun 1961.
Setelah melakukan napak tilas di
dalam museum,selanjutnya para siswa Sekolah Penerus Bangsa melanjutkan napak
tilas di Masjid Laweyan,Surakarta. Masjid tersebut dahulu adalah sebuah pura dan
merupakan bangunan akulturasi budaya dari agama Hindu- Budha. Mengapa sebuah
pura bisa menjadi sebuah Masjid ? Karena pada zaman Kerajaan Pajang sekitar
tahun 1546, saat pemerintahan Sultan Hadiwijaya, berdiri sebuah Pura untuk
tempat ibadah umat Hindu di Pajang, Laweyan. Berjalannya waktu, salah satu
penasihat Kerajaan Pajang, Ki Ageng Henis, bersahabat dengan peuka agama
Hindu. Kedekatan mereka pun membuat
salah satu Pura di Laweyan berubah menjadi Langgar untuk melayani umat Islam
waktu itu. Setelah itu, Langgar Laweyan berubah menjadi Masjid Laweyan hingga
sekarang. Lokasinya tidak jauh dari anak
sungai Bengawan Solo, yang dulunya menjadi jalur perdagangan utama para
saudagar. Lalu lintas perdagangan dan
interaksi para pedagang dengan warga saat itu memperkaya keragaman budaya,
salah satunya Masjid Laweyan.
Dari Masjid Laweyan para siswa
Sekolah Penerus Bangsa melanjutkan perjalanan napak tilas ke rumah pemberian
Soekarno untuk Samanhoedi,yang diberikan pada tahun 1962. Rumah tersebut diberikan sebagai
apresiasi untuk Samanhoedi.
Kemudian perjalanan dilanjutkan
ke Makam Samanhoedi. Di dalam cungkup Makam KH Samanhudi hanya ada dua pusara
membujur berdampingan, yaitu Makam KH Samanudi dan Makam Ny Samanhudi. Pada nisan Makam KH Samanhudi
tertulis “Disini dimakamkan pendiri Serikat Islam KH. Samanhudi, Lahir: th
1868, Wafat: Jumat Pahing 28 Desember 1956 sebagai Pahlawan Nasional RI”.
Sedangkan pada nisan sebelahnya hanya bertuliskan “Ny. Samanhudi, Wafat Selasa
Wage 6 DJW 1940”. Melihat tahun wafatnya, maka Ny Samanhudi yang dimaksud
adalah Suginah binti H. Bajuri, karena isteri kedua KH Samanhudi yang bernama
Marbingah wafat pada 1960.
Napak tilas ke Makam Samanhoedi ini merupakan kunjungan yang terakhir. Dari makam ini para siswa segera menuju titik kumpul awal,yaitu Museum Samanhoedi. Saat perjalanan para siswa melewati sebuah sungai besar dengan jembatan beton yang sempit melintang di atasnya.
Napak tilas ke Makam Samanhoedi ini merupakan kunjungan yang terakhir. Dari makam ini para siswa segera menuju titik kumpul awal,yaitu Museum Samanhoedi. Saat perjalanan para siswa melewati sebuah sungai besar dengan jembatan beton yang sempit melintang di atasnya.
Sungai besar ini tampaknya menjadi pemisah antara wilayah
Kecamatan Laweyan, Kota Solo, dengan wilayah Kabupaten Sukoharjo. Oleh karena
itulah Makam KH Samanhudi yang terletak di seberang sungai ini sudah masuk ke
wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Komentar
Posting Komentar